Sunday 27 April 2014

Menikmati Keindahan Alam di Tiga Juhar (Danau Linting, Air Terjun Pelangi, dan Jembatan Gantung)


Penat dengan aktifitas kota Medan yang sibuk dan ruwet, pada hari minggu 10 November 2013 lalu saya dan teman – teman melakukan trip ke daerah Tiga Juhar yang memang sudah terkenal akan banyak keindahan alamnya. Yang paling terkenal tentunya danau Linting, sebuah danau yang tidak terlalu besar namun airnya terlihat biru kehijauan dan hangat. Kami memulai perjalanan dari Delitua – Talun kenas – STM Hilr – STM hulu – Tiga juhar pada pukul 09.00 WIB dengan sepeda motor.
Melalui jalur yang relatif mulus sepanjang jalan menuju Tiga Juhar, kami berkendara kira – kira 50 menit mengikuti jalan aspal. Ada beberapa persimpangan yang harus diwaspadai jika tidak ingin kesasar, yang penting kita jangan malu bertanya pada warga sekitar. setelah sampai desa Tiga Juhar akan kita temui simpang tiga. Jika sudah sampai disini, kita akan melihat papan tanda wisata Danau Linting yang mengarah ke kanan. Setelah belok kanan, kira – kira 10 menit kita akan melihat plang yang sudah pudar bertuliskan Danau Linting di sebelah kiri jalan. Dari sini kita tinggal belok kiri dan sampai deh. Tetapi bagi yang belum terlalu mahir mengendarai sepeda motor, mungkin harus hati – hati karena jalan tanjakan sebelum masuk ke kawasan danau rusak dan berbatu – batu. Tapi tenang, hanya tanjakannya saja dan  itu tidak terlalu panjang.
Sesampainya disana kita akan dimintai sekitar Rp. 5000 untuk jasa parkir dan masuk Danau Linting. Danau ini kecil saja, tidak sampai 1 hektare. Tetapi airnya biru dan hangat, sangat nyaman bagi kaki yang sudah pegal berkendara. Oh iya, ini kedua kalinya saya berkunjung kemari, dan menurut saya terjadi penurunan kualitas pada wisata yang berpotensi ini (pertama kali kemari pada 19 Agustus 2012). Bahkan pada saat itu belum ada tiket masuk dan kami hanya membayar Rp. 2000 untuk parkir. Aneh, setelah ada tiket masuk justru kawasan wisata ini semakin berkurang keindahannya. Hal ini juga karena semakin banyak warga sekitar yang menyewakan dan menggelar tikar untuk tempat duduk di pinggiran danau. Belum lagi ada bagian danau yang jorok di permukaannya. Intinya harus pandai – pandai mencari tempat strategis untuk menikmati danau ini. Oh iya, agar masih tidak terlalu ramai baik pengunjung maupun penjual, ada baiknya sampai disini pagi hari, jam 09.00 misalnya, agar masih bisa dapat banyak spot cantik.
Ini foto tahun 2012


                                            

Ini foto tahun 2013
 

Setelah mendapat tempat yang strategis, kami merendam kaki sejenak. Hangat airnya benar – benar pas untuk rileks dna bersantai. Oh iya, ada legenda bahwa disini anak laki – laki sebaiknya jangan berenang, selain karena danau ini belum terukur dalam dan dasarnya, juga ada cerita bahwa penunggu danau ini adalah putri cantik yang menyukai anak laki – laki untuk dibawa kedalam danau bersamanya. Jadi ya, kecuali memang ingin tinggal bersama putri danau Linting di dasar danau, gak usah macem – macem deh. Hehe.
Setelah berkeliling dan berfoto - foto, kami pun bertanya pada tukang parkirnya tentang wisata lain di sekitar sini. Ternyata ada wisata Air Terjun Pelangi yang tak jauh dari danau Linting. Tak mau keduluan dengan orang lain, kami pun segera tancap gas menuju kesana. Rutenya adalah belok kiri dari danau Linting (atau lurus dari jalan utama sebelum tanjakan danau) lalu kita akan menemui sebuah simpang tiga. Dari sini kita belok kanan. Ada simpang tiga lagi, tapi kita lurus saja. Ada simpang tiga lagi, lalu kita belok kanan. Jalanan mulai sempit setelah belokan ini. Setelah beberapa meter akan ada sebuah jalan kecil yang masih berupa kerikil dan tanah di sebelah kiri, maka kita hanya tinggal mengikuti jalan ini sampai menemui sebuah portal yang katanya akan ditutp pada pukul 06 sore.
Disana kita akan disambut pemuda pemudi yang cukup ramah yang akan menunjukkan tempat parkir dan menjual tiket masuk Air Terjun Pelangi sebesar Rp 5000. Kami harus turun melalui jalan tanah yang cukup curam. Tapi tenang saja, sudah disediakan beberapa pegangan dan anak tangga kayu seadanya agar kita tidak terpeleset. Ada beberapa spot disini, pertama air terjun atas yang benar – benar cantik dengan bebatuan besar dan air yang sangat jernih dan segar. Akan tetapi sepertinya tidak banyak yang ‘ngeh’ bahwa kita bisa ke air terjun yang diatas sini karena jalannya yang agak membuat bingung. Setelah puas mencuci muka dan berfoto di atas bebatuan, kami lalu lanjut berjalan ke air terjun utamanya, yang tingginya kira – kira 6  meter. Disini sudah cukup banyak orang yang berfoto – foto. Kami pun menjauh dari kerumunan dengan terus meloncati bebatuan besar yang licin. Sampai lah kami di bibir air terjun yang ketiga yang tingginya kira – kira 5 meter. Tampak dibawah beberapa anak sedang bermain air.



Walaupun sepertinya pemandangan ini cantik bagi kami, sepertinya bagi anak – anak sekitar air terjun ini hanyalah tempat main biasa bagi mereka :D
Oh iya, tips bagi anda yang ingin berkunjung kemari, jangan pakai sepatu jika ingin puas bermain air. Kalau bisa pakailah sandal outdoor yang tidak licin. Juga jangan berkunjung kemari jika hari hujan, karena ditakutkan akan ada peningkatan aliran air. Salah – salah kita bisa terseret arus. Hii. 


Setelah puas mengelilingi dan berfoto (lagi) kami pun penasaran akan jembatan gantung sungai BahBuaya, yang katanya merupakan jembatan gantung terpanjang di Sumatera Utara. Akan tetapi jembatan ini sudah tidak dipegunakan lagi karena sudah berbahaya dan lapuk.
Rutenya adalah belok kiri dari simpang setelah danau Linting tadi, (kekanan air terjun pelangi, kiri Jembatan gantung dan kalau terus kira – kira 2 jam akan sampai ke Lau Mentar. Semoga kapan – kapan saya bisa kesana )

Sore hari akan ada banyak pemuda yang balapan sprint di sepanjang jembatan beton baru yang sudah dibangun menggantikan jembatan gantung. Jadi hati – hati ya kalau sudah dekat jembatannya. 

            Ada baiknya kalau ingin berfoto di Jembatan gantungnya kita parkirkan motor di bahu kanan jalan tepat sebelum jembatan. Jangan lupa dipasang kunci ganda seperti gembok misalnya. Oh iya, kalau anda fobia terhadap ketinggian, mendingan ga usah kemari, karena kalau kita melihat kebawah maka sekitar 100  meter jauhnya sungai BahBuaya mengalir cantik di apit rimbunan tanaman.
Hati - hati terhadap papan jembatan yang mulai lapuk. Bahkan kami pun tidak berani terlalu lama berdiri disini. Hehe.

pemdandangan dari atas jembatan


Add caption


Akhirnya kami mengakhiri perjalanan dan kembali ke Delitua. Sungguh sebuah pelepasan penat yang alami dan menenangkan. Semoga alam di sekitar wilayah Medan dan Deli Serdang tetap terjaga untuk anak cucu kita nanti, agar mereka bisa menyaksikan keindahan alam yang natural, bukan hanya mall – mall atau rumah makan seperti di Medan. 

 


Friday 25 April 2014

Long Road to Tinggi Raja

Hi, I'm Back!! :)

Hai, long time no see yaaaa. Setahun lebih aku absen dari blog, hahhaa, kita sibuk sih, mencari inspirasi. :D
padahal, banyak banget tempat yang dikunjungi selama absen nge-blog. Lagi kumat nih malesnya, kemarin habis patah hati (ceileeee .....). Tapi life goes on, keep moving on, keep calm and always jalan-jalan.
Nah, mulai sekarang, beberapa post juga akan diisi oleh adikku yang misterius. Dia hobinya, tidur, main game dan juga jalan-jalan. Ada beberapa tempat wisata keren di Kota Medan yang sudah dijelajahinya (dan aku belum kesana! damn!!). Jadi ini dia, enjoy the journey.
Salam Olala




Wisata ke Tinggi Raja



Tergiur akan keindahan foto – foto traveller di berbagai blog, maka pada hari Rabu 5 Februari 2014 saya dan teman – teman berencana mengunjungi kawah putih Tinggi Raja. Berangkat pukul 10.00 pagi, kami memulai perjalanan panjang ini dari SPBU Amplas, Medan dengan 5 motor. Rute yang kami lewati adalah Tanjung Morawa – Simpang Lubuk Pakam – Galang – Negeri Dolok.
Dengan mengendarai motor bebek dan matic, kami menempuh perjalanan dengan mulus sampai ke perbatasan Galang. Sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi berbagai pemandangan perkebunan sawit. Cukup membuat teriknya matahari tak terasa menyengat. Beberapa kali kami juga melewati perumahan penduduk dengan toko – toko kelontong yang cukup membuat hati tenang kalau – kalau kita butuh sesuatu. Oh iya, perlu diingat bahwa SPBU hanya tersedia di dekat simpang Lubuk Pakam. Karena itu ada baiknya kita mengisi penuh tanki motor atau mobil kita, jika tidak ingin membeli bensin eceran dengan harga yang lebih mahal, yakni antara 7ribu – 9ribu rupiah.

Sesampainya di desa Negeri Seribu Dolok, Motor kami sudah mulai menemui beberapa meter aspal berlubang. Tapi tenang, ini belum puncak keseruan perjalanan. Kami juga melewati sebuah jembatan yang terbentang di sebuah sungai yang sangat indah dengan bebatuan alam yang terserak tak beraturan, Pemandian Alam Salju namanya. Sayangnya berhubung kami mengejar untuk tiba di kawah putih tidak terlalu sore, kami tidak sempat kesana. Setelah kira kira 80 Km perjalanan (kira – kira 2 jam), kami dikagetkan oleh teriakan beberapa pemuda yang mengarahkan kami untuk belok kiri jika ingin ke kawah putih.
Kami pun merapat sejenak sambil bertanya – tanya tentang kawah putih.
“Yang penting disana sopan – sopan, jangan mesra – mesraan, karena mistisnya masih kuat dibawah sana” nasihat seorang bapak yang menjajakan bensin di jalur masuk ke kawah putih ini. Kami pun membayar biaya masuk dan keamanan sebesar 5000 rupiah per orangnya.
“Nanti ini jalan berbatu – batu terus sampai 10 Km ke bawah, yang penting hati – hati aja bawa motor kalian” tutur pemuda berbaju organisasi pemuda yang tadi meneriaki kami.

Kami pun memulai puncak perjalanan sesungguhnya. Jalan berbatu dan terjal, tak jarang turunan dan tanjakan curam yang berpasir melintang di hadapan kami. Kami juga melihat beberapa jurang yang tinggi dengan aliran sungai yang tampak kecil didasarnya. Sangat disarankan untuk memakai motor atau mobil sport yang bersuspensi baik dan ban yang tahan jalan berbatu.
Setelah melewati dua – tiga perkampungan yang masih cukup tradisional, kami dihentikan oleh seorang pria. Ia mengatakan jika ingin ke kawah putih maka belok ke kiri, jangan ke kanan, karena disitu adalah tempat latihan militer. Dan kami juga dimintai 2000 rupiah per kepala sebagai “tiket” masuknya. Setelah 10 menitan, akhirnya kami sampai di sebuah area luas dengan dua buah pondok penjaja makanan ringan. Tampak beberapa sepeda motor dan mobil sudah berbaris rapi di sisinya. Kami pun memarkirkan motor kami disitu dengan biaya 5000 rupiah per motor. Disana juga ada semacam bilik dengan seember besar air dan lubang sebagai toilet. “Toilet” ini kami bayar 3000 rupiah / masuk. Waktu tempuh dari jalur masuk awal sebelum jalan berbatu tadi kira – kira 40 menit – 1 jam, tergantung cara kita membawa motor / mobil.

Setelah beristirahat sejenak, kami berjalan kira – kira 100 meter menuju perbukitan kapur. Panas terik menyambut kami dengan pemandangan yang  memang belum pernah kami lihat. Segundukan bukit kapur berwarna putih dengan asap mengebul menyambut kami dari seberang danau air panas berwarna biru kehijauan. Tampak batang – batang pohon yang menghitam mencuat dari bukit kapur. Jika melihat sekeliling maka kita serasa kembali ke masa lalu, dengan tanaman besar yang –tampaknya- seperti pandan berduri menghiasi berbagai sudut. Kami berjalan memutari danau air panas melewati akar – akar pohon demi mencapai sumber mata airnya.
Sesampainya disana,hawa panas pun terasa. Air yang keluar cukup panas dan mengandung belerang, sehingga ada baiknya kita tidak sembarangan memegang kapur atau air. 



Saat disana ada cukup banyak pengunjung seperti kami yang juga berasal dari Medan. Namun dengan adanya banyak pengunjung dan pondok yang menjajakan mie instant maka tidak dapat dipungkiri wisata alam yang potensial dan sebenarnya sangat indah ini jauh dari kata asri. Banyak sampah botol plastik dan cup mie instant, bungkus rokok, plastik, dsb yang bahkan ada ditengah bukit kapur tersebut, dekat dengan sumber keluarnya air panas. Sebenarnya ini sangat mengecewakan kami karena dengan jarak yang sangat jauh dari Medan, pun dengan akses jalan yang sulit, maka hal ini tidak sepadan dengan banyaknya sampah dan kurang asrinya kawasan ini. Sebenarnya masih ada lagi sebuah sungai yang katanya airnya bercampur antara air panas yang keluar dari bukit kapur dengan arus air alami sungai tersebut di bawah bukit kapur  tersebut, dengan jalan tanah yang cukup terjal. Namun berhubung kami sudah terlalu siang sampai disana, maka agar  tidak kemalaman kami memilih bersantai saja di pinggiran danau air panas.  Kami pun pulang sekitar pukul 4 sore. Sungguh keindahan alam yang mempesona sejujurnya, terutama jika masalah sampah dan pondok – pondok yang menganggu pemandangan disana teratasi dengan baik. 



Tapi perlu diingatkan juga bagi teman – teman yang ingin traveling kesini, bahwa kabar yang beredar yaitu semakin banyak pungutan liar yang berkedok “sumbangan sukarela” yang dijaga pemuda – pemuda berseragam ormas. Hal ini semakin membludak apalagi di hari libur seperti sabtu atau minggu. Lagipula pada sabtu dan minggu kawasan kawah putih begitu ramai dikunjungi sehingga akan sulit mendapat pemandangan bagus. Ada baiknya pergi kemari di hari biasa seperti senin – kamis. Juga jangan lupa persiapkan kendaraan anda dengan baik, seperti dari ban, rem dan mesin agar tidak terjadi hal yang diinginkan, karena jika terjadi, akan susah mencari bengkel di tengah perkebunan sawit atau di jalur berbatu tadi. Hehe.
Juga ada baiknya membawa makanan dari rumah, karena warung makanan cukup langka kita temui disini. Tapi jangan abaikan juga pantangan – pantangan masyarakat sekitar mengenai apa – apa saja yang boleh dibawa dan dilakukan.
Sekian pengalaman saya dari Tinggi raja. Salam super.

(Oleh : Muhamad Wahyudi)